HAKIKAT FITRAH DAN CITRA MANUSIA DALAM PSIKOLOGI ISLAM

February 19, 2009 at 6:55 am (Psikologi)

Salah satu perbedaan utama ajaran-ajaran Islam dengan ajaran agama-agama lain, aliran-aliran filsafat modern dan aliran-aliran psikologi modern adalah tentang sifat asal manusia. Islam mempercayai bahwa manusia diciptakan dalam keadaan fitrah.

Fitrah adalah sesuatu yang telah menjadi bawaannya sejak lahir. Fitrah manusia yaitu mempercayai dan mengakui Allah sebagai Tuhannya. Konsep fitrah tersebut merupakan citra unik yang dimiliki manusia, yang mana menjadi landaan bagi konstruksi psikologi Islam.

Secara etimologi, fitrah berarti penciptaan atau “terbukanya sesuatu dan melahirkannya”. Sedangkan menurut makna nasabi (pemahaman dari beberapa ayat dan hadits nabi), fitrah dapat diartikan sebagai berikut : al-thuhr (suci), al-din al-islamiy (potensi ber-Islam), Tauhid Allah (mengakui keesaan Allah), al-salamah (kondisi selamat) dll.

Berdasarkan makna etimologi dan nasabi maka dapat disimpulkan bahwa secara terminologi fitrah adalah citra asli yang dinamis yang terdapat pada sistem-sistem psikofisik manusia, dan dapat diaktualisasikan dalam bentuk tingkah laku.Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam) Citra unik tersebut telah ada sejak awal penciptaannya.

Ada beberapa pendapat tentang fitrah manusia yaitu :

1. Pandangan Fatalis

Pandangan fatalis mempercayai bahwa setiap individu, melalui ketetapan Allah Azza wa jalla adalah baik atau jahat secara asal, baik ketetapan semacam ini terjadi secara semuanya atau sebagian sesuai dengan rencana Tuhan. (Fuad Nashori, Potensi-Potensi Manusia : seri psikologi islami)

Ibnu Mubarak sebagai tokoh utama pandangan ini menafsirkan suatu hadits bahwa anak-anak orang-orang musyrik terlahir dalam keadaan kufur atau iman (Yasien Mohamed, Insan yang suci : Konsep Fitrah Islam, penterjemah : Masyhur Abadi). Adapun syaikh Abdul Qodir Jailani, tokoh populer pandangan ini mengungkapkan bahwa seorang pendosa akan masuk surga jika hal itu menjadi nasibnya yang telah ditentukan Allah Azza wa jalla sebelumnya.

2. Pandangan Netral

Ulama yang paling representatif yang menganut pandangan netral ini adalah Ibn ‘Abd Al-Barr. Ia memandang keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun pada saat kelahiran ini suatu kondisi “kosong” yang suci, suatu keadaan sempurna atau utuh, tetapi kosong dari suatu esensi yang baik atau yang jahat.

Menurut pandangan ini, iman (kebaikan) atau kufur (keburukan) hanya mewujud ketika anak tersebut mencapai kedewasaan (taklif). Setelah mencapai taklif, seseorang menjadi bertanggung jawab atas perbuatannya.

3. Pandangan Positif

Tokoh pandangan positif ini yaitu Ibnu Taimiyyah, Ibu Qayyim al-jauziyah (klasik), Muhammad Ali Ash-Shabuni, Mufti Muhammad Syafi’i dll.

Menurut Ibnu Taimiyyah semua anak terlahir dalam keadaan fitrah; dalam suatu keadaan kebajikan bawaan dan lingkungan sosial itulah yang menyebabkan seorang individu menyimpang dari keadaan ini. Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa fitrah bukan semata-mata sebagai potensi pasif yang harus dibangunkan dari luar, tetapi merupakan sumber yang mampu membangkitkan dirinya sendiri yang ada di dalam individu tersebut.

4. Pandangan Dualis

Tokoh utama pandangan ini yaitu Sayyid Quthb dan Ali Shari’ati. Menurut mereka, penciptaan manusia membawa suatu dasar yang bersifat ganda.

Menurut sayyid Quthb, dua pembentuk esensial dari struktur manusia secara menyeluruh, yaitu ruh dan tanah, mengakibatkan kebaikan dan kejahatan sebagai dua kecenderungan yang setara pada manusia (kecenderungan untuk mengikuti Tuhan atau kecenderungan untuk tersesat)

Begitupun Shari’ati berpandangan bahwa manusia adalah berdimensi-ganda dengan sifat dasar ganda, suatu susunan dari dua kekuatan, bukan saja berbeda, tetapi juga berlawanan. Yang satu cenderung turun pada materi dan yang lain cenderung naik pada Ruh suci (ciptaan)Allah.

Fitrah dan citra manusia adalah sebuah  implikasi psikologis, karena manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah yang cenderung menganut agama yang lurus. Mereka memiliki kecenderungan untuk mengenal Tuhan, berpihak pada kebenaran, berbuat kebajikan dan menghindari sikap menyimpang.

Fitrah diungkap dalam Al-qur’an sebanyak 20 kali yang tergelar di dalam 17 surat, antara lain yang terdapat dalam surat Ar-rum ayat 30 yang artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetapkan atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan orang tidak mengetahuinya.

Firman tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT menurut fitrahnya. Fitrah ini merupakan citra manusia yang penciptaannya tidak ada perubahan, sebab jika berubah maka eksistensi manusia menjadi hilang. Namun secara aktual, citra itu dapat berubah sesuai dengan kehendak dan pilihan manusia sendiri.

Dengan adanya fitrah, maka manusia dapat memilih dan memilah antara kebenaran dan kesalahan serta antara kebaikan dan keburukan.

Adapun yang dimaksud citra di sini adalah gambaran tentang diri manusia yang berhubungan dengan kualitas-kualitas asli manusiawi yang merupakan sunnatullah yang dibawa sejak ia dilahirkan.

Dalam diri manusia terdapat potensi yang positif dan juga negatif. Adapun potensi atau segi positifnya antara lain adalah :

Ø Manusia adalah khalifah Tuhan di bumi.

Ø Manusia mempunyai kapasitas intelegensi yang paling tinggi dibandingkan dengan semua makhluk yang lain.

Ø Manusia mempunyai kecenderungan dekat dengan Tuhan.

Ø Manusia dikaruniai pembawaan yang mulia dan martabat.

Ø Manusia tidaklah semata-mata tersentuh oleh motivasi duniawi saja.

Sedangkan dari segi negatifnya, Al-qur’an telah menyatakan dalam beberapa ayat yaitu bahwa manusia itu keji dan bodoh. Adapun ayat tersebut antara lain terdapat dalam Q.S. Al-Ahzab : 72 yang artinya : Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.

Selain itu, manusia digambarkan sebagai makhluk ganda, setengah dipuji dan setengah dikutuk; tetapi mereka tidak dipuji/dikutuk karena sifat ganda tersebut. Ayat-ayat tertentu dalam Al-qur’an secara terang membedakan antara manusia terpuji dengan manusia tercela. Dalam ayat-ayat tersebut dijelaskan bahwa manusia yang tidak beriman kepada Allah itu bukanlah manusia sejati. sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-‘Asr yang artinya : Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.

Adapun citra manusia dalam psikologi Islam dapat disederhanakan sbb :

1. Manusia dilahirkan dengan citra yang baik, seperti membawa potensi suci, ber-Islam, bertauhid dan menjadi khalifah di muka bumi.

2. Manusia memiliki ruh yang berasal dari Tuhan yang mana menjadi esensi kehidupan manusia.

3. Bahwa pusat tingkah laku manusia adalah kalbu, bukan otak atau jasad manusia; manusia memperoleh pengetahuan tanpa diusahakan, seperti pengetahuan intuitif dalam bentuk wahyu dan ilham; serta tingkat kepribadian manusia tidak hanya sampai pada humanitas atau sosialitas, tetapi sampai pada berketuhanan (Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam)

Permalink Leave a Comment

TATKALA SEORANG WANITA MENANTI JODOH

January 29, 2009 at 2:13 pm (Psikologi)

Bagi seorang wanita, ada masa penantian yang acap kali menimbulkan suasana rawan, yaitu menanti jodoh. Padahal jodoh, maut, dan rezeki adalah wewenang Allah SWT. Tak ada sedikitpun hak manusia untuk mengklaim wewenang tersebut. Namun, manusia terkadang lupa akan janji-janji Allah, apalagi jika lingkungan sekitarnya terus-menerus memburunya untuk menikah, sedangkan jodoh yang dinantikan tak kunjung datang, maka bisa memunculkan bermacam efek yang dapat membahayakan dirinya.

Pada dasarnya setiap individu dimuka bumi ini (namun tidak menutup kemungkinan tidak), pasti memiliki keinginan untuk mendapatkan jodoh dan menikah, karena menikah merupakan salah satu persyaratan untuk melengkapi atau menyempurnakan hidup. Terutama bagi wanita, karena jumlahnya lebih banyak dan posisinya sebagai pihak yang menunggu, maka pernikahan bagi wanita menjadi lebih penting.

Sebagaimana yang terjadi dalam masyarakat, bahwa banyak wanita yang telah cukup umur, bahkan telah mapan secara materi namun belum mendapatkan pendamping hidup. Dan kecemasanpun akan mulai mucul tatkala usianya sudah merangkak naik. Sehingga tanpa disadari, terkadang muncul perilaku-perilaku yang semestinya tak layak dilakukan, misalnya wanita akan menjadi sangat sensitif terhadap acara-acara yang ada kaitannya dengan masalah jodoh dan pernikahan, atau ada juga yang bersikap tidak ingin segera menikah dengan berbagai alas an seperti karir, studi dsb.

Kecemasan seorang wanita akan semakin bertambah ketika masyarakat mulai men”cap”nya sebagai “perawan tua”. Sehingga ia merasa tidak lagi berharga karena tidak mampu mendapatkan jodoh dan merekapun akhirnya menyelesaikan masalah ini dengan menggunakan jasa biro jodoh, karena merasa tidak mampu lagi untuk mencari jodoh sendiri. Dalam hal ini, Al-quran mengisahkan ketidak berdayaan seorang wanita menghadapi masa penantiannya, yangmana tercantum dalam surat An-Nahl ayat 92 yang artinya : “ dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benagngnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali”.

Menurut psikoanalisis sosial, kecemasan yang melanda wanita tersebut bisa mengarah pada sikap neurotik. Kecemasan bisa ditimbulkan dari adanya konflik dalam pribadi, konflik ini bisa muncul ketika harapan atau keinginan tidak bisa terealisasi.

Menurut teori ini, penyebab utama timbulnya tingkah laku neurotik yaitu hubungan interpersonal yang salah, oleh karena itu mengatasi tingkah laku neurotik, konflik dan kecemasan hanya dapat dilakukan melalui perbaikan hubungan interpersonal yang salah.

Ada tiga macam gaya hubungan interpersonal yakni, kecenderungan mendekat, kecenderungan menentang, dan kecenderungan menjauh. Pada kasus ini, yang terjadi adalah hubungan yang ketiga yaitu kecenderungan menjauh dari orang-orang yang membahas / membicarakan tentang masalah pendamping hidup.

Padahal, jika wanita itu mau berpikir secara jernih, mungkin penyebab yang terjadi padanya dikarenakan danya sesuatu dalam dirinya sehingga ia mengalami kesulitan dalam hal jodoh. Dan seharusnya ia percaya bahwa Allah telah menciptakan hambanya dengan berpasang-pasangan sebagaimana yang tercantum dalam surat Ar-rum ayat 30 yang berbunyi : “ dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah bahwa Ia menciptakan untukmu pasangan dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan diciptakan-Nya diantaramu kasih sayang. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berpikir”.

Dalam teori psikoanalisis, keadaan seseorang terdiri dari Id, Ego dan Super ego. Yang mana perlu adanya keseimbangan antara ketiganya agar manusia bisa menjalankan hidupnya dengan baik. Disini keinginan untuk segera mendapatkan jodoh bertindak sebagi id yang kemudian dilanjutkan dengan berusaha dengan berbagi cara yang baik maupun buruk yang merupakan ego, namun karena timbul kecemasan dan timbul gunjingan dari masyarakat sehingga super ego menghambat pelaksanaan ego secara berlebihan, maka timbullah ketidak seimbangan antara ketiganya. Padahal semestinya super ego hanya menghambat ego yang buruk saja.

Pernikahan bukanlah sesuatu yang wajibkan, oleh karena itu bagi setiap individu terutama wanita hendaknya terus berdoa untuk segera mendapatkan jodoh, dan hal yang paling penting adalah menggunakan waktu penantian tersebut dengan hal-hal yang positif dan tidak perlu merisaukan gunjingan orang lain. Karena dengan begitu insyaallah akan terhindar dari kecemasan dan konflik batin. Dan ingatlah bahwa setelah kesusahan pasti ada kebahagiaan, karena Allah menyayangi hamba-Nya.

Permalink Leave a Comment